Pemuda Pemudi Jalan Buntu


Banyak banget orang-orang yang masih produktif--usia muda dibawah 25 tahun--yang masih terumbang ambing hidupnya. Entah itu karena lingkungan atau ketidak sadaran diri di usia yang produktif. Alhasil, malah meringkuk di sebuah siklus melingkar dan tak kunjung terbuka.

Entah disadari atau tidak, masih banyak orang-orang yang tidak tamat bangku SMA bahkan SMP. Dulu, aku pikir kemauan orang tua yang berfikiran “tradisional”-lah yang menyebabkan hal itu terjadi. Tetapi setelah aku selidiki, sebagian ada yang tidak. 

Sebelumnya, kalian mungkin sudah membaca opiniku yang berjudul “Keceriaan yang Abadi”. Aku sangat setuju dengan kehidupan orang orang karena mereka telah berkutat dan bekerja keras dengan apa yang mereka pilih dan apa yang mereka jalani. Aku merasa respect terhadap hal itu.

Tetapi pemuda – pemudi di desa maupun di kota pada sisi lain yang mereka sebut “Keren” adalah hal-hal yang berbau negatif. Terus menerus mereka beregenerasi melakukan hal-hal yang menurunkan nilai diri pemuda. Sebagian dari temanku di SD dan SMP, sangat jauh dari kata orang berpendidikan. 

Bahkan bila ada orang yang berpendidikan-pun sebagian mereka meninggalkan desa karena sudah tak tahan dengan ketidaknyamanannya dan sebagian lagi menjadi tikus-tikus pemerintah yang menghalalkan segala cara. Jarang sekali aku dapati orang – orang yang murni berhati tulus yang ingin membangun desa nya untuk sedikit lebih baik. Mungkin bukan jarang, tapi langka. Karena budaya turun-temurun dan lingkungan yang sudah gelap itu memaksa mereka untuk bisa berdampingan dengan tikus – tikus yang rakus dan tak sadar diri.

Para pemuda, sering kali nongkrong ga jelas. Sejauh tidak mengganggu ya tidak apa apa. Namun, kalau sudah mengganggu masyarakat karena di dalam nongkrong itu hal-hal yang berbau negatifpun tercium, itulah resahnya. Mereka dibawa kepada pihak yang berwajib dan ditebus dengan beberapa rupiah dan mereka bebas dengan tidak adanya jaminan mereka akan meresahkan warga lagi. 

Bulan beranjak tahun, merekapun terus bergenerasi merekrut wajah wajah baru dan ditangkap, lalu dibebaskan kembali dengan tidak ada satu butir debupun penyesalan di hati dan pikirannya. Hal itu terus menerus terjadi hingga akhirnya mereka semakin tua dan generasi muda-pun bermunculan dan terbawa arus itu lagi. Terus menerus, tak tahu sampai kapan mereka sadar. Di dalam hati mereka hanya ada kebencian dan iri dengki, tanpa tahu mereka harus berbuat apa demi masa depan yang lebih baik. Ego yang terlalu besar untuk menjadi penguasa dan gengsi yang merajalela. 

Suesuatu yang membuat aku marah bila mendengarnya adalah “Kalo ga nongkrong ga gaul. Kalo ga ngerokok ga gaul, kalo ga itu ga ini, dan bla bla bla”. Semuanya dianggap begitu, bahkan di lingkungan sekolahpun banyak yang seperti itu, yang notabenenya di lingkungan berpendidikan. Kalau saja waktu diputar pada beberapa dekade yang lalu, pasti mereka sudah menjadi incaran-incaran penjajah menjadi kuli atau mati di medan perang. Sayang saja, mereka tidak bersyukur atas kemerdekaan ini. Pendahulu kita ingin anak cucu dan cicitnya menjadi jiwa yang merdeka bukan bebas.

Para pemudi, lebih senang bila mereka disebut gadis desa dibanding meraih penghargaan di sekolahnya. Mereka yang berwajah cantik segera menunggu pemuda yang akan segera menikahinya dan sebelum itupun dia sangat senang bila menjadi rebutan. Sedangkan mereka yang berwajah biasa mempercantik diri dan melanggar norma-norma juga mempersalah gunakan sosial media untuk hal-hal yang tidak baik. 

Karena hukumnya “Laki laki yang tidak baik, jodohnya adalah perempuan yang tidak baik”. Maka merekapun terjerat kisah pahitnya berkeluarga pada usia yang belum begitu matang. Tahun demi tahun pun anak mereka lahir dan ibunya pun tak tahu cara yang benar untuk mengurus dan mendidik anaknya, ibu dari si ibu tersebut (nenek dari anak itu) menjadi pengasuh dari ketidak sadaran anaknya.

Sedangkan si ibu yang berusia mudapun kalau tidak merias diri dan ingin menjiplak gaya gaya selebritis dengan menguras dompet suaminya dan terjerat dengan lintah darat. Pasti hanya menjadi istri yang selalu di rumah tanpa tahu dunia modern yang penuh dengan kesuksesan para wanita muda berkarya itu seperti apa. 

Miris sekali bahwa wanita hanya dikategorikan menjadi yang cantik atau tidak cantik. Padahal, wanita juga manusia yang memiliki otak dan hati yang gigih. Buat apa Kartini memerjuangkan hak wanita, bila para pemudi saat ini memilih untuk segera berkeluarga dan menunggu apa yang diberikan oleh suami.

Memang benar kodrat wanita itu menjadi seorang ibu dan menjadi istri yang baik. Tapi, bila saja semua itu telah dipikirkan matang-matang dan sudah memiliki pendidikan serta pengalaman yang cukup. Maka insha allah Sumber Daya Manusia di Indonesia akan jauh lebih kaya karena generasi muda akan dipupuk oleh para ibu yang senantiasa mendidik generasi penerus bangsa, serta para ayah yang tahu apa yang terbaik untuk masa depan anaknya.

Bila saja mereka tahu dan mereka lebih sedikit diarahkan menjadi orang yang lebih baik dan lebih kritis dalam memahami problema hidup. Bila saja mereka mendisiplinkan diri dan ingin berubah menjadi orang yang lebih baik tentunya negara ini akan sangat sangat maju. Bahkan perekonomiannya pun akan jauh lebih pesat karena pemuda pemudi negara ini tahu dengan potensi mereka, apa yang mereka suka dan tahu cara menjadi warga negara yang baik.
Untuk para pemuda – pemudi Indonesia, kalian pasti tahu apa potensi apa yang ada pada diri kalian sendiri. Kamu lebih mengenal diri kamu sendiri dari pada orang lain. Banyak ilmu di dunia ini, tinggal kamu pilih mana yang paling baik untuk dirimu. 

Percayalah, kamu dilahirkan kedunia ini untuk membuat satu perubahan yang lebih baik. Perubahan yang akan menjunjung orang tuamu yang telah susah payah membesarkanmu dan ridhanya ada dalam setiap nafasmu. Berjuanglah karena ilmu akan mengangkatmu lebih. Bukan benda benda terlarang, bukan ego, tapi ilmu. Karena ilmu kamu akan lebih dihormati dan dihargai, juga akan menjadi kebahagiaan tersendiri apabila kamu telah menikmati ilmu yang telah kamu dapati dan kamu tekuni. 

Jadilah satu, dua, bahkan seribu bunga yang mekar di tanah air ini, 
Para pembangun generasi muda yang sejati. 
Dihadang keegoanpun tak peduli. 
Selalu jujur pasti, terbenam dalam diri. 
Maka semangatpun menjadi sebuah melodi di negeri ini.
Hingga Indonesia menjadi negara adidaya yang selama ini telah dimimpi-mimpi.

Komentar

  1. Kalo aku lihat, inti dari opini diatas berfokus kepada realita masyarakat umum yang kurang tahu akan tujuan hidup mereka dan cara terbaik mendapatkan hidup yang layak. Jujur aku juga merasa memiliki beberapa persamaan dengan penggambaran masyarakat tersebut(jadi malu). Artikel yang sangat bermanfaat terlebih mengingatkan aku untuk terus ingat akan tujuan dan mimpi yang ingin aku capai di masa yang akan datang. Ditinjau dari cara penyampaian artikelnya, aku yakin, seseorang yang menulis artikel ini merupakan seorang yang idealis. Ada beberapa bagian yang aku baca ulang, entah dari tata bahasanya yang kurang efektif atau akunya yang loading dalam menerima informasi, hehe. Good job buat penulis, aku pribadi senang dengan artikel yang seperti ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih ka udah mampir & ikut beropini di artikel ini . Sebagai penulis aku minta maaf sebanyak banyaknya kalau ada pihak yang tersinggung :) , aku beropini dengan damai ko , terhadap apa yang aku resahin . Juga aku yang terlalu egois bahwa tulisan ini hanya untuk dimengerti diriku saja :)) hehe , tata bahasanya yang perlu diefektifkan lagi ya ? Okay , terima kasih buat saran nya :)

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts

Ringkasan Novel Sunda "Lain Eta" Karya Moh.Ambri

Spektrofotometri (Hukum Lambert Beer)

Circular Economy