Rasanya quit dari Sosial Media

Okay, finally aku nulis lagi yg pengen ditulis waktu di postingan "Kembalinya sari hidup". Udah lama banget sebenernya aku quit social media yaitu tahun 2018, dan jadi yang paling lama sekitar 6-7 bulan. Sebelum itu, aku udah ga aktif main instagram, maksud ku ga seaktif sebelumnya. Kenapa aku sekarang nulis tentang ini? Karena aku juga udah kembali lagi jadi addict sama sosial media. Walaupun ga se-strict dulu, tapi aku sekarang masih mempertanyakan lagi idealisme aku ngegunain sosial media tujuannya untuk apa.

Jadi, dulu why I decide quit social media -- spesifically instagram? Banyak sih faktornya dari boros kuota, bikin iri, bikin negatif thinking sama orang, bikin ga pede, dan selalu kepo sama mantan *eh ya pokonya banyak lah haha. Kesimpulan dari kesemua itu, yang pasti instagram toxic banget buat kesehatan mental aku. Mungkin orang lain bijak ngegunain hp mereka, tapi bagi aku yang waktu itu anak kost-an dan ga ada tv. Hp adalah teman terbaik yang nemenin aku di waktu senggang. 

Sering banget aku main hp, selain ngerjain tugas atau nonton film/drama. Selain itu? Ya kalau ga ada yang ngechat, pasti main sosmed. Main sosmed = Buka Instagram karena menghibur, soalnya kebanyakan aku follow komik strip gitu ataupun liat update-an sebagian artis. Walaupun, keseringannya sih malah jadi ajang buat kepoin orang, bikin kesimpulan sendiri dengan nganggap orang yang Bahagia di Instagram= Bahagia terus dihidupnya. Contohnya, Orang yang sering ngeliatin dirinya lagi jalan-jalan = Banyak duit jadi jalan jalan tiap hari. 

Tanpa tahu behind story dari sebuah foto yang diposting, misalkan dia foto di taman, dia harus struggling ke sana dulu, pake pakaian bagus, filter yang bagus, orang yang fotoin udah bosen ngefotoin dia, satu postingan itu bisa foto terbaik dirinya dari puluh bahkan ratusan foto. Bahkan alasan kenapa orang itu jalan jalan ya karena dia emang lagi butuh jalan jalan dari penatnya kerjaan/kegiatan, tapi sayangnya kita ga pernah sekalipun berpikiran kalau dari satu foto itu ada berbagai aspek didalamnya.

Apa dampaknya dengan hanya melihat satu foto itu? Aku yang notabenenya cuman ngescroll doang di kosan ga ngapa ngapain seperti mereka yang terlihat di sosmed itu. Jadi ngerasa sebagai orang yang ga ada apa-apanya di dunia ini, ngebosenin, ga guna, pokoknya penyakit hatipun sering berdatangan. 

Aku kurangin main sosial media dari akhir 2017 dengan ngalihin kemampuan scrolling tangan aku di waktu senggang ke youtube. Iya sebenernya sama aja sih itu lebih ngeborosin kuota, tapi di youtube dengan konten-konten yang aku pilih/berdasarkan interest aku. Semenjak sering nonton youtube, aku seneng banget sama TED Talks. Aku lupa video pertama yang aku tonton itu apa, tapi intinya kalau aku lagi concern sama suatu hal aku bakal search di TED Talks, atau kalau ada suggestion di beranda dan menarik buat di tonton ya aku tonton. Waktu itu aku nonton salah satu videonya di TED Talks, beberapa sih sebenernya tentang pengalaman quit social media. Beberapa review dan rekomendasi aku:

  1. Videonya Bailey Parnell yang nyeritain tentang "Is social media hurting your mental health?" , kalau dari mba Bailey ini sebenernya ga ada masalah dengan sosial media, yang masalah tuh social peoplenya. Kalau nonton ini, pasti aware banget hal hal yang ia sebutin dengan keseharian kita sebagai pecandu sosial media https://www.youtube.com/watch?v=Czg_9C7gw0o .

  2. Videonya Ryan Thomas ngebahas "Live in the Moment : Delete Social Media". Ryan nyeritain kalau sosial media tidak lain cuma marketing. Kita melihat hidup orang lain dan orang lainpun melihat hidup kita. Dia bercerita kalau sesaat sesudah bangunpun, pagi kita ditentukan oleh notifikasi dan mengecek semua notifikasi sosial media dan mengulanginya, lagi dan lagi. Ia menjelaskan bahwa kalau manusia punya kekuatan superpower untuk menikmati waktu hidupnya pada waktu itu, kenapa manusia harus mengetahui hidup orang lain? https://www.youtube.com/watch?v=pOchBnZJdEk .

  3. Videonya Paul Miller yang becerita tentang "A year offline, what I have learned" , yang basicnya nyeritain ttg dia yang udah ketergantungan internet sampai semua yang hal hal penting ada di internet, lalu dia mencoba untuk tidak menggunakan internet. Ini internet loh ya ,bukan sosial media. Keren bgt sih experimentnya. Dia membandingkan dirinya dulu yang lebih selfish, sekarang lebih mementingkan kehidupan orang lain juga. Dia juga cerita tentang positif, negatifnya dia waktu dia mutusin buat ga ngegunain internet. Dia cerita kalau sekarang, dia sudah kembali lagi menggunakan internet, tapi dia jadi tahu apa yang menjadi prioritasnya dia https://www.youtube.com/watch?v=trVzyG4zFMU.

Dari sana aku jadi nyadar bahwa bukan aku aja yang ngerasa sosial media itu toxic. Emang banyak keuntungannya juga, tapi bagi aku saat itu kayanya belum siap untuk menjadi bijak menggunakan sosial media. Waktu itu aku bikin pengumuman gitu di Instagram story (Why? Kok kaya ngartis banget) karena banyak banget temen yang sering interaksi gitu di Instagram, saling komen atahu saling DM buat ngirim info atau yang lainnya (jadi takut mereka tiba tiba ngerasa kehilangan gitu hehe).

So, what happened when I quit Instagram? Aku merana, ngga lah wkwk. Aku cari platform lain. Mula-mulanya, karena waktu luang aku masih banyak jadi aku juga sempet pindah scrolling scrolling di facebook (?Hah sama aja nis). Iya sih, tapi pas aku main lagi facebook keadaannya agak sedikit kacau, banyak generasi X yang war politik dengan pendapatnya masing masing dan banyak yang menyertakan masalah pribadinya ke beranda. Aku jadi males aja kalo lama lama disana. Paling cuma ngikutin beberapa facebook page salah satunya The World Of Dave (kalian bisa cari di youtube) dan ngulik ngulik tengang bahasa bahasa di Asia Timur gitu. 

Selain di Facebook, aku jadi aktif baca webtoon dan main game Hago. Walaupun usaha aku waktu itu cuman kecil kecilan pindah platform, tapi aku jadi 'agak' tahu/ngerasain gimana aku lebih enjoying my fav things tanpa harus menyesuaikan standar orang lain. Aku juga jadi ngembangin hal yang dari dulu aku pengen lakuin yaitu drawing hehe, tapi karena aku juga belum pede sama skill menggambarku. Aku coba bikin Mandala arts & bikin simple painting gitu, inspirasi by Makocinno. Ga adil rasanya kalau aku ga nyeritain hal-hal ga enaknya karena quit sosial media. Iyap, aku ga tahu trend (walaupun seringnya ga guna juga sih sebenernya). Yang pasti kalau temen temen aku joking tentang sesuatu yang trend tuh aku kadang bingung sendiri, kadang suka dibecandain juga aku kaya tinggal di gua (huh?).

Dari contoh contoh yang aku sebutin tadi. Hal-hal yang aku dapetin dari quit sosial media yaitu rasanya jadi lebih tahu kalau waktu itu kita punya 24 jam (soalnya kalau sekali ngescroll tuh pasti beberapa jam), tahu hal hal yang pengen diulik/disukai, punya waktu buat ngembangin skill di waktu luang, dan yang paling penting--karena aku tuh tipe orang yang punya juga temen temen online yang kenal juga di dunia nyata, tapi lebih akrab kalau online daripada di dunia nyata--setelah aku quit dari sosmed, kalau aku ketemu sama orang, ngobrol segala macem, rasanya lebih intens dan beda dibanding aku cuman akrab di online walau sebanyak apapun 'teman online'nya.

Nah kalau buat sekarang, kenapa aku jadi aktif lagi di sosial media? Awal tahun 2019 itu aku lagi kepoin Polyglot Indonesia (dan sebagian besar infonya ada di instagram), dilanjut dengan banyak Try out gratis gitu tapi harus share di sosial media. Alhasil, aku kejebak sampe sekarang karena abis itu banyak lagi info bermunculan pas udah masuk ptn yang selalu update di instagram. Meskipun waktu aku balik ke instagram dengan pemikiran yang beda, tapi rasanya sekarang sekarang aku udah terlena lagi dengan dunia per instagram-an secara tidak sadar.

Awalnya aku cuma sering update snapgram aja karena kegabutan aku yang hakiki dan menurut aku bisa bikin kreatif juga kalau di combine sama fitur fitur lainnya, sekalian itu juga jadi koleksi memori aku yang meskipun aku ganti hp tapi kenangan itu masih ada. Dari ide itu juga aku jadi pengen 2020 aku fokus pengen berkarya di instagram di bidang design, photography (sekalian travelling), sama prosa.

Sekarang, rasanya aku mungkin lebih siap untuk menerima dan bersyukur dengan diri sendiri. Walaupun ada hal-hal yang aku pengen ubah juga karena aku sudah agak 'addict' juga sama app ini. Semoga apapun tahap dan proses penyesuaian, yang penting membawa jiwaku lebih bebas dan ga terkurung cuman di satu tempat dan tidak bersyukur.

Komentar

Popular Posts

Ringkasan Novel Sunda "Lain Eta" Karya Moh.Ambri

Teks Eksplanasi (Hanami)

Spektrofotometri (Hukum Lambert Beer)